Rabu, 11 September 2013

JARAK



Pagi ini aku diantarnya ke kampus, 06:30 WIB. Bukan hanya karena hujan mengguyur kota Bengkulu sehingga aku tidak bisa mengendarai kendaraan roda dua, tetapi karena cinta dari seorang Bapak kepada putrinya.




Aku tidak dapat menghitung sudah berapa kali diantar oleh Bapak pada pagi hari untuk pergi ke sekolah. Mulai dari SD yang jaraknya hanya beberapa meter, SMP yang mulai berpuluh kilometer, SMA yang lebih jauh dari SMP dan kuliah yang lebih jauh dari SMA. Dinamis memang.
Bukan karena aku terlewat manja tapi, rumahku jauh dari pusat kota, butuh waktu tiga puluh menit bahkan lebih untuk bisa tiba ke pusat kota. Dan aku, aku mulai berteman dengan “jarak” sejak SMP. Sejak orang tuaku lebih memilih menyekolahkanku di SMP kota yang katanya lebih bermutu. Sejak itu pula Bapak memulai kegiatan barunya untuk mengantar dan menjemputku ditengah rutinitas sebagai pegawai negeri yang dijalaninya. Dan kau tahu? Tempat kerja Bapakku tidak jauh dari rumah, maka dari itu ia harus bolak-balik setiap hari saat aku SMP, lebih dari satu tahun saat aku SMA, dan mungkin sudah berartus-ratus kali dari aku ospek kuliah hingga sekarang semester tiga. Hujan, badai, panas, topan, semua dilaluinya.
Mungkin ini sederhana bagi orang lain, tapi, aku tidak pernah bermain-main dengan yang kusebut “jarak” itu. Pernah waktu itu, aku ketinggalan almamater dan uang sakuku di rumah, sederhana kan? Tapi Bapak kemudian rela mengantarkannya demi aku hanya dengan kendaraan tanpa atap ditengah guyuran hujan dan petir selama lebih dari satu jam perjalanan pulang-pergi.
Pernah waktu itu, aku mengalami kecelakaan dalam perjalanan pergi ke kampus dan Bapak sedang mengikuti pelatihan kerja, lalu ia meninggalkan pelatihannya demi aku, demi meringankan kecemasannya. 
Pernah bahkan sangat sering, aku pulang kuliah lewat waktu maghrib karena memang begitulah jadwal kuliahku, tidak menentu. Kemudian Bapak rela mengantarkan pakaian rumah dan seragam kuliahku untuk kupakai keesokan harinya karena aku harus menginap di rumah temanku. Kata Bapak, “Nyapekkan badan bae kalau balik ke rumah jauh-jauh, besok masih ndak kuliah lagi”. 
Pernah waktu itu, aku dan Bapak mengalami kecelakaan sehingga kakiku terjepit dibawah motor, ia lalu dengan sigap Bapak mengangkat kembali motornya walaupun ia juga mengalami cedera dikakinya.
Banyak cerita tentang aku dan Bapak sewaktu kami menempuh jarak. Tapi, tidak pernah mampu menandingi banyaknya kasih sayang yang Bapak berikan kepadaku, putri pertamanya, yang sering ia bilang paling banyak mewarisi fisiologi dan psikologi dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar