Pagi
ini aku diantarnya ke kampus, 06:30 WIB. Bukan hanya karena hujan mengguyur
kota Bengkulu sehingga aku tidak bisa mengendarai kendaraan roda dua, tetapi
karena cinta dari seorang Bapak kepada putrinya.
Aku
tidak dapat menghitung sudah berapa kali diantar oleh Bapak pada pagi hari
untuk pergi ke sekolah. Mulai dari SD yang jaraknya hanya beberapa meter, SMP
yang mulai berpuluh kilometer, SMA yang lebih jauh dari SMP dan kuliah yang
lebih jauh dari SMA. Dinamis memang.
Bukan
karena aku terlewat manja tapi, rumahku jauh dari pusat kota, butuh waktu tiga
puluh menit bahkan lebih untuk bisa tiba ke pusat kota. Dan aku, aku mulai
berteman dengan “jarak” sejak SMP. Sejak orang tuaku lebih memilih menyekolahkanku
di SMP kota yang katanya lebih bermutu. Sejak itu pula Bapak memulai kegiatan barunya
untuk mengantar dan menjemputku ditengah rutinitas sebagai pegawai negeri yang
dijalaninya. Dan kau tahu? Tempat kerja Bapakku tidak jauh dari rumah, maka
dari itu ia harus bolak-balik setiap hari saat aku SMP, lebih dari satu tahun
saat aku SMA, dan mungkin sudah berartus-ratus kali dari aku ospek kuliah
hingga sekarang semester tiga. Hujan, badai, panas, topan, semua dilaluinya.
Mungkin
ini sederhana bagi orang lain, tapi, aku tidak pernah bermain-main dengan yang
kusebut “jarak” itu. Pernah waktu itu, aku ketinggalan almamater dan uang sakuku
di rumah, sederhana kan? Tapi Bapak kemudian rela mengantarkannya demi aku
hanya dengan kendaraan tanpa atap ditengah guyuran hujan dan petir selama lebih
dari satu jam perjalanan pulang-pergi.
Pernah
waktu itu, aku mengalami kecelakaan dalam perjalanan pergi ke kampus dan Bapak
sedang mengikuti pelatihan kerja, lalu ia meninggalkan pelatihannya demi aku,
demi meringankan kecemasannya.
Pernah
bahkan sangat sering, aku pulang kuliah lewat waktu maghrib karena memang
begitulah jadwal kuliahku, tidak menentu. Kemudian Bapak rela mengantarkan
pakaian rumah dan seragam kuliahku untuk kupakai keesokan harinya karena aku harus
menginap di rumah temanku. Kata Bapak, “Nyapekkan
badan bae kalau balik ke rumah
jauh-jauh, besok masih ndak kuliah
lagi”.
Pernah
waktu itu, aku dan Bapak mengalami kecelakaan sehingga kakiku terjepit dibawah
motor, ia lalu dengan sigap Bapak mengangkat kembali motornya walaupun ia juga
mengalami cedera dikakinya.
Banyak
cerita tentang aku dan Bapak sewaktu kami menempuh jarak. Tapi, tidak pernah
mampu menandingi banyaknya kasih sayang yang Bapak berikan kepadaku, putri
pertamanya, yang sering ia bilang paling banyak mewarisi fisiologi dan
psikologi dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar